Minggu, 28 Oktober 2012

SENTUHAN QOLBU

Ingin sekali saya berkongsi pengalaman untuk kebaikan kita bersama. Mudah-mudahan, kita dapat memiliki sesuatu dalam artikel kali ini. Sebelum kita melangkah lebih jauh, marilah sama-sama kita istiqhfar kepada Allah swt. Sharemotivasi- Sentuhan Qalbu kali ini ingin mengupas sesuatu yang ada dalam diri kita. Bukan sedikit, tetapi besar ertinya kedalam hidup kita sebagai seorang hamba Allah. Mencari dan terus mencari, ungkapan yang selalu kita dengari. Tetapi sejauh mana kebenaran yang kita cari itu. Adakah ia tersasar? Ataupun terpesong dari simpangnya.. Sama-sama kita ikuti artikel ini.. Kehidupan yang selama ini kita cari selalu terletak pada satu dasar dimana diatasnya pudar, dibawahnya kepincangan. Kebahagian yang dicari manusia menerusi material, kemegahan laksana pohon-pohon muda yang tumbuh sesaat, berbuah sesaat, berbunga sesaat lalu apabila ditiupkan angin badai yang menimpa, pohon-pohon muda itu hilang kekuatan akarnya, menjadi rapuh umpama biskut yang dipijak-pijak, lalu ia menjadi debu-debu yang halus bertebaran jauh ke langit.. Kemudian, kita menangis, mencari tisu untuk merawat duka, tapi akhirnya, berdarah sentiasa mengalir, umpama hilang faktor clotting dalam darah.. Terus mengalir dari jiwa yang pening hingga meresap ke dalam botol akal fikiran. Lalu kita cepat-cepat membuat keputusan, memikirkan sejenak mengenai masa hadapan hingga tergambar di bayangan minda, rumah idaman, kereta besar, pangkat yang tinggi yang akhirnya kita merasakan ia adalah kebahagiaan yang perlu kita kecapi. Sesaat kita mendapat gelaran pangkat yang tinggi, hati kita selalu merasakan ia masih tidak mencukupi. Namun, diri kita tidak pernah kenal erti cukup dalam dunia maya ini. Kita terus mengejar dan mengejar sehingga berjaya mendapat pangkat yang lebih tinggi. Tiba-tiba badai musibah mengusik kita, datang tanpa diundang dalam rumah hati kita. Kita menjadi kaku dan layu, umpama cell-cell pohon dalam hati menjadi rapuh lalu terurai menjadi pohon tua yang menunggu masa menyembah bumi.. Inilah gambaran pohon hati yang sudah rosak.. Akarnya tidak disirami dan dibajai, sesaat berbuah tetapi hancur. Itulah gambaran kebahagian sesaat ... Sejenak kita renungkan dalam diri kita. Pejamkan mata kita. Lihatlah pada diri masing-masing. Pohon hati apakah yang telah kita tumbuhkan dalam dunia hati kita? Bagaimanakah selama ini kita menjalani kehidupan kita? Sudahkan selama ini hidup kita menjadikan kehidupan kita benar-benar mengabdikan diri kepada Allah? Sudahkan kita ikhlaskan diri kepada Allah? Tepuklah akal kita supaya ia berfikir untuk diri kita... Ketika kita pergi ke sekolah mahupun universiti, adakah kita telah mendidik pohon hati kita bahawa ijazah yang bakal dimiliki itu bukan untuk kita menjulang gelaran tetapi sesungguhnya demi pengabdian kita kepada Allah swt? Cubalah kita bertanya secara jujur pada diri kita sendiri. Mari kita lihat: Kemana selama ini, umur kita telah habiskan? Kemana selama ini, kehidupan kita selama ini berikan? Lihatlah diri kita ketika musibah itu datang. Berapa sering kita keluh kesal ? Malah, kita menyalahkan pula Allah kerana menurunkan dugaan sedemikian rupa. Kita tak dapat menerima takdir Allah.. Kita menyesali semua yang ada dalam hidup kita, seolah kita tidak pernah rasa puas dengan segala apa yang kita ada.. Kita tak menyedari sebenarnya hati kita yang sedang jauh dari Allah. Hati kita yang saat itu tak mampu merasakan bahwa Allah itu dekat dengan kehidupan kita. Bahkan akal keimanan kita dalam kehidupan kita sudah kering dan mati. Dan kitalah orang muda yang lupa kehidupan ini untuk apa... Marilah kita ucapkan istiqhfar kepada Allah. Mari kita memohon ampun kepada Allah... Astaghfirullah Para pembaca sekalian yang dirahmati Allah... Mungkin ketika kehidupan kita kering, Kita sedar bahawa kebahagian material dan duniawi itu semua hanya sesaat. dan kebahgiaan sebenar-benarnya adalah ketika kita menanam akar kecintaan kita kepada Allah, yang tumbuh masuk ke dasar hati. yang kemudian yang tumbuh tinggi menjadi pohon kehidupan, yang menghasilkan buah kebahagian yang selamanya kerana, kita merasakan Allah bersama kita, Allah menaungi kehidupan kita, Allah menjaga dirimu setiap saat meskipun ujian datang silih berganti, maka, mudahan-mudahan kita semua sama-sama dapat menyedari dan menyakini, jadikan Allah cita-cita hidup kita yang paling utama., nescaya Allah menjaga kehidupan kita di dunia dan di akhirat. "Teguhkan bahteramu kerana lautan yang kamu lalui itu terlalu dalam untuk diharungi, Banyakkanlah bekalan kerana perjalanan kita cukup jauh untuk dijalani, Ringankanlah belakangmu kerana yang didaki itu terlalu curam, Ikhlaskanlah segala perbuatanmu kerana yang menilai kita amat mengetahui dan maha melihat apa yang kita lakukan," Oleh itu, segala yang kita lahirkan dari hati kita, dari perbuatan kita, lakukankanlah kerana Allah swt, bukan untuk kemegahan dan keagungan yang kita cari, tetapi semata-mata kepada Allah, kerana keagungan kita akan ada bila Allah redha kepada kita. Jangan kita lupa, bahawa dalam kehidupan kita ini, ada satu pohon hati yang perlu kita bangunkan, tumbangnya pohon itu, maka ranaplah kehidupan kita.. Mudah-mudahan, kita diredhai Allah, semoga Allah mengampuni kita semua..amin..
readmore »»  

Rabu, 24 Oktober 2012

KISAH ENGGAN MELAKSANAKAN SHOLAT

Kisah nyata ini diceritakan sendiri oleh pelakunya dan pernah disiarkan oleh Radio Al Qur’an di Makkah al Mukarramah. Kisah ini terjadi pada musim haji dua tahun yang lalu di daerah Syu’aibah, yaitu daerah pesisir pantai laut merah, terletak 110 Km di Selatan Jeddah. Pemilik kisah ini berkata: Ayahku adalah seorang imam masjid, namun demikian aku tidak shalat. Beliau selalu memerintahkan aku untuk shalat setiap kali datang waktu shalat. Beliau membangunkan ku untuk shalat subuh. Akan tetapi aku berpura-pura seakan-akan pergi ke masjid padahal tidak. Bahkan aku hanya mencukupkan diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan shalat. Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21 tahun. Pada seluruh waktu ku yang telah lewat tersebut aku jauh dari Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku. [Inilah sekelumit dari kisah hidupku di masa lalu] Pada suatu hari, kami sekelompok pemuda bersepakat untuk pergi rekreasi ke laut. Kami berjumlah lima orang pemuda. Kami sampai di pagi hari, lalu membuat tenda di tepi pantai. Seperti biasanya kamipun menyembelih kambing dan makan siang. Setelah makan siang, kamipun mempersiapkan diri turun ke laut untuk menyelam dengan tabung oksigen. Sesuai aturan, wajib ada satu orang yang tetap tinggal di luar, di sisi kemah, hingga dia bisa bertindak pada saat para penyelam itu terlambat datang pada waktu yang telah ditentukan. Akupun duduk, dikarenakan aku lemah dalam penyelaman. Aku duduk seorang diri di dalam kemah, sementara disamping kami juga terdapat sekelompok pemuda yang lain. Saat datang waktu shalat, salah seorang diantara mereka mengumandangkan adzan, kemudian mereka mulai menyiapkan shalat. Aku terpaksa masuk ke dalam laut untuk berenang agar terhindar dari kesulitan yang akan menimpaku jika aku tidak shalat bersama mereka. Karena kebiasaan kaum muslimin di sini adalah sangat menaruh perhatian terhadap shalat berjamaah dengan perhatian yang sangat besar, hingga menjadi aib bagi kami jika seseorang shalat fardhu sendirian. Aku sangat mahir dalam berenang. Aku berenang hingga merasa kelelahan sementara aku berada di daerah yang dalam. Aku memutuskan untuk tidur diatas punggungku dan membiarkan tubuhku hingga bisa mengapung di atas air. Dan itulah yang terjadi. Secara tiba-tiba, seakan-akan ada orang yang menarikku ke bawah… aku berusaha untuk naik…..aku berusaha untuk melawan….aku berusaha dengan seluruh cara yang aku ketahui, akan tetapi aku merasa orang yang tadi menarikku dari bawah menuju ke kedalaman laut seakan-akan sekarang berada di atasku dan menenggelamkan kepalaku ke bawah. Aku berada dalam keadaan yang ditakuti oleh semua orang. Aku seorang diri, pada saat itu aku merasa lebih lemah daripada lalat. Nafaspun mulai tersendat, darah mulai tersumbat di kepala, aku mulai merasakan kematian! Tiba-tiba, aku tidak tahu mengapa…aku ingat kepada ayahku, saudara-saudaraku, kerabat-kerabat dan teman-temanku… hingga karyawan di toko pun aku mengingatnya. Setiap orang yang pernah lewat dalam kehidupanku terlintas dalam ingatanku…semuanya pada detik-detik yang terbatas…kemudian setelah itu, aku ingat diriku sendiri..!.!! Mulailah aku bertanya kepada diriku sendiri…apa engkau shalat? Tidak. Apa engkau puasa? Tidak. Apa engkau telah berhaji? Tidak. Apa engkau bershadaqah? Tidak. Engkau sekarang di jalan menuju Rabbmu, engkau akan terbebas dan berpisah dari kehidupan dunia, berpisah dari teman-temanmu, maka bagaimana kamu akan menghadap Rabb-mu? Tiba-tiba aku mendengar suara ayahku memanggilku dengan namaku dan berkata: “Bangun dan shalatlah.” Suara itupun terdengar di telingaku tiga kali. Kemudian terdengarlah suara beliau adzan. Aku merasa dia dekat dan akan menyelamatkanku. Hal ini menjadikanku berteriak menyerunya dengan memanggil namanya, sementara air masuk ke dalam mulutku. Aku berteriak-teriak…tapi tidak ada yang menjawab. Aku merasakan asinnya air di dalam tubuhku, mulailah nafas terputus-putus. Aku yakin akan mati, aku berusaha untuk mengucapkan syahadat….ku ucapkan Asyhadu…Asyhadu…aku tidak mampu untuk menyempurnakannya, seakan-akan ada tangan yang memegang tenggorokanku dan menghalangiku dari mengucapkannya. Aku merasa bahwa nyawaku sudah dalam perjalanan keluar dari tubuhku. Akupun berhenti bergerak…inilah akhir dari ingatanku. Aku terbangun sementara kau berada di dalam kemah…dan di sisiku ada seorang tentara dari Khafar al Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan bersamanya para pemuda yang tadi mempersiapkan diri untuk shalat. Saat aku terbangun, tentara itu berkata: ”Segala puji bagi Allah atas keselamatan ini.” Kemudian dia langsung beranjak pergi dari tempat kami. Aku pun bertanya kepada para pemuda tentang tentara tersebut. Apakah kalian mengenalnya? Mereka tidak mengetahuinya, dia datang secara tiba-tiba ke tepi pantai dan mengeluarkanmu dari laut, kemudian segera pergi sebagaimana engkau lihat, kata mereka. Akupun bertanya kepada mereka: “Bagaimana kalian melihatku di air?” Mereka menjawab,”Sementara kami di tepi pantai, kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut hadir dan mengeluarkanmu dari laut.” Perlu diketahui bahwa jarak terdekat denga Markas Penjaga Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari kemah kami, sementara jalannya pun jalan darat, yaitu membutuhkan sekitar 20 menit hingga sampai di tempat kami sementara peristiwa tenggelam tadi berlangsung dalam beberapa menit. Para pemuda itu bersumpah bahwa mereka tidak melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut melihatku? Demi Rabb yang telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak tahu bagaimana dia bisa sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi saat teman-temanku berada dalam penyelaman di laut. Ketika aku bersama para pemuda yang menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP kuangkat, ternyata ayah yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena sesaat sebelumnya aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan sekarang dia menelepon? Aku menjawab….beliau menanyai keadaanku, apakah aku dalam keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali. Tentu saja aku tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas. Setelah pembicaraan selesai aku merasa sangat ingin shalat. Maka aku berdiri dan shalat dua rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua rakaat itu aku habiskan selama dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari hati yang jujur dan banyak menangis di dalamnya. Aku menunggu kawan-kawanku hingga mereka kembali dari petualangan. Aku meminta izin pulang duluan. Akupun sampai di rumah dan ayahku ada di sana. Pertama kali aku membuka pintu, beliau sudah ada di hadapanku dan berkata: “Kemari, aku merindukanmu!” Akupun mengikutinya, kemudian beliau bersumpah kepadaku dengan nama Allah agar aku mengatakan kepada beliau tentang apa yang telah terjadi padaku di waktu Ashar tadi. Akupun terkejut, bingung, gemetar dan tidak mampu berkata-kata. Aku merasa beliau sudah tahu. Beliau mengulangi pertanyaannya dua kali. Akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi padaku. Kemudian beliau berkata: ”Demi Allah, sesungguhnya aku tadi mendengarmu memanggilku, sementara aku dalam keadaan sujud kedua pada akhir shalat Ashar, seakan-akan engkau berada dalam sebuah musibah. Engkau memanggil-manggilku dengan teriakan yang menyayat-nyayat hatiku. Aku mendengar suaramu dan aku tidak bisa menguasai diriku hingga aku berdo’a untukmu dengan sekeras-kerasnya sementara manusia mendengar do’aku". Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan ada seseorang yang menuangkan air dingin di atasku. Setelah shalat, aku segera keluar dari masjid dan menghubungimu. Segala puji bagi Allah, aku merasa tenang bagitu mendengar suaramu. Akan tetapi wahai anakku, engkau teledor terhadap shalat. Engkau menyangka bahwa dunia akan kekal bagimu, dan engkau tidak mengetahui bahwa Rabbmu berkuasa merubah keadaanmu dalam beberapa detik. Ini adalah sebagian dari kekuasaan Allah yang Dia perbuat terhadapmu. Akan tetapi Rabb kita telah menetapkan umur baru bagimu. Saat itulah aku tahu bahwa yang menyelamatkan aku dari peristiwa tersebut adalah karena Rahmat Allah Ta’ala kemudian karena do’a ayah untukku. Ini adalah sentuhan lembut dari sentuhan-sentuhan kematian. Allah Ta’ala ingin memperlihatkan kepada kita bahwa betapapun kuta dan perkasanya manusia akan menjadi makhluk yang paling lemah di hadapan keperkasaan dan keagungan Allah Ta’ala. Maka semenjak hari itu, shalat tidak pernah luput dari pikiranku. Alhamdulillah. Wahai para pemuda, wajib atas kalian taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua. Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, terimalah taubat kami dan taubat mereka dan rahmatilah mereka dengan rahmat-Mu. Sumber: Majalah Qiblati Edisi 10 tahun II, Juli 2007 M
readmore »»